29 Juni 2017

Ketupat Lebaran Mak Ais


Mak Ais panggilannya. Berusia sekitar enam puluh tahunan. Tinggal sendiri tanpa ada yang tahu kemana anggota keluarganya. Sudah berpuluh tahun ia mendiami gubuk kecil di sekitar perkebunan sawit. Beruntung pemilik kebun berbaik hati telah mengizinkannya membangun gubuk sebagai tempat berteduh.

Tangan Mak Ais penuh guratan kasar. Menandakan seorang pekerja keras. Wajah tuanya terlihat lelah karena menanggung beban hidup yang berat. Pernah aku bertanya tentang keluarganya. Ia menolak memberitahu​. Aku merasa hatinya penuh getir dan luka.

Yang aku tahu, saban tahun menjelang lebaran, ia bekerja lebih keras dari biasanya. Ia bertanam sayur pada sepetak kecil tanah di samping gubuk. Kadang kala meraut lidi daun kelapa sawit untuk dijadikan sapu. Kemudian, hasil panen sayur dan sapu lidi dijual ke pasar.

Sebelum mudik, aku sempatkan mampir ke gubuk Mak Ais dan membawakannya sekarung beras zakat fitrah. Saat itu ia sedang meraut daun kelapa. Barangkali untuk persiapan ketupat lebaran.

Ia bercerita panjang. Setiap menjelang lebaran Idul Fitri selalu membuat ketupat. Menyisihkan receh demi receh untuk membeli daging. Katanya daging tersebut akan direndang. Agaknya Mak Ais berasal dari Sumatra. Barangkali keturunan suku Padang atau Melayu Riau. Setahuku, orang Padang dan Melayu gemar memasak rendang saat menyambut lebaran.

Ternyata, ketupat lebaran dan rendang dipersiapkan untuk menyambut kedatangan anak dan cucunya. Akan tetapi, sudah hampir lima belas tahun anak dan cucu tak pernah muncul.

Sedihnya lagi, meski tak pernah kedatangan sanak saudara di hari lebaran, Mak Ais tak pernah absen menyiapkan ketupat dan rendang. Ia berharap, suatu waktu, pada hari lebaran anak dan cucu datang berkunjung.

Dari sudut matanya, aku melihat tetes air mengalir. Jatuh ke tumpukan dedaunan kelapa yang belum sempat dianyam menjadi ketupat. Tahun ini lebaran Mak Ais masih sama getirnya seperti tahun-tahun lalu. Langit Samarinda seakan-akan merasakan kepiluannya. Gelap dan mendung. Tak lama, bulir air tercurah dengan deras. Aku berjalan gontai dalam derai hujan senja hari.

~Priya Himba, 4 Syawal 1438
repost by lembayungmerahsenja
Photo Credit: warung apung







Share:

Hening di Selasar Jembatan


Pada selasar jembatan yang terentang, kau duduk memeluk kesendirian. Ditemani gemericik air dan pucuk dedaunan. Engkau adalah hening paling diam. Yang tertinggal dari jejak senyap semalam.

Adakah cemas merenggut hati? Manakala setiap rindu telah kubahasakan. Meski hanya tertuang dalam sajak sepagi dan sepetang hari.

Andai saja kau bisa mendengar desir angin. Atau getar lirih ranting-ranting. Bukan sepi meneriakkan hening. Hanya ada riuh rinduku yang terombang-ambing.

~lembayungmerahsenja
Photo Credit : Pexels
Share:

Luka dalam Secangkir Kopi


Pernah aku mengira-ngira. Terbuat dari apa biji kopi yang kuseduh saban senja. Apakah asalnya dari bulir air mata? Sebab, tiap kusesap, seolah-olah terbenam dalam luka.

Secangkir kopi hitam. Segala getir mengalir di dalamnya. Seperti getasnya angin malam. Begitulah caraku menerjemahkan perasaan sia-sia.

Hanya ada mimpi samar-samar. Terlukis pada pinggiran cangkir kopi. Kutahu bukan engkau yang menjadi tempat bersandar. Sialnya, hati tetap bergeming.

Aku dan secangkir kopi hitam. Biarlah pilu mengendap dalam pelukan.

~lembayungmerahsenja



Share:

Media Sosial sebagai Buku Harian: Privasi atau Pamer?


Dahulu, orang menulis di buku harian. Sifatnya privasi dan rahasia. Hanya pemiliknya saja yang memiliki akses penuh terhadap seluruh tulisan yang dimuat di dalamnya.

Seiring berkembangnya teknologi, buku harian telah ditinggalkan. Kini, media sosial dijadikan sebagai pengganti buku harian oleh banyak orang. Siapapun memiliki akses untuk membacanya. Tak jarang, media sosial menjadi ajang pamer. Orang tak lagi malu menunjukkan ranah privasi kehidupannya.

Beli barang tertentu, pamer ke media sosial. Barang branded atau tiruan, menjadi urusan belakangan. Kemesraan suami istri pamer ke media sosial. Entah kemesraan palsu atau sesungguhnya. Mengerjakan amal tertentu tak luput dipamerkan ke media sosial.

"Alhamdulillah, sudah 10 juz."
"Sepertiga malam terakhir, tahajud dulu."
"On the way masjid ikut tarawih."
"Sedekah untuk anak yatim. Mudah-mudahan berkah."
"Selfie dulu sebelum mendengarkan ceramah Pak Ustadz," sambil cekrek-cekrek foto.

Urusan cakep atau jelek tak jadi persoalan. Yang penting percaya diri. Padahal, status yang lewat di beranda orang lain, tak jarang menganggu. Kukira, tak ada yang suka saat disuguhi raut wajah pas-pasan ketika membuka akun media sosial. Tapi begitulah. Kepercayaan diri sudah terlalu tinggi. Tak peduli orang lain terganggu dengan status atau foto-fotonya yang pas-pasan tadi. Untung saja yang melihat tidak mengalami mimpi buruk di malam hari.

Orang-orang yang senantiasa pamer di media sosial mengalami masalah kebahagiaan dalam kehidupan nyatanya. Mereka tipikal manusia yang butuh pengakuan dan puja-puji orang lain terhadap apapun yang mereka lakukan.  Mereka merasa telah mengerjakan banyak kebaikan namun kebaikannya tidak tercatat disebabkan sifat riya dan ujub. Itulah amalan yang bangkrut.

By the way, ucap cinta pada seseorang bisa menyebabkan hati bangkrut atau tidak, ya?

~lembayungmerahsenja
Photo Credit: buka lapak



Share:

Masih Tega Menawar?

Biasanya, seminggu sekali saya ke pasar untuk berbelanja urusan dapur. Apalagi tanggal muda, semangat belanja memuncak. Seakan-akan ingin memborong semua barang. Pagi Ahad, saya bergegas menuju pasar terdekat. Biasanya ditemani oleh suami. Bukan karena manja melainkan karena suami tak mengizinkan berdesakan tanpa ditemani muhrim. Saya jarang menawar harga saat berbelanja di pasar. Alasannya karena saya memang tipe tak tega dan bodoh dalam menawar. Bila harganya sesuai, dibeli. Bila mahal tak wajar, ngedumel dalam hati saja.

Pagi itu, setelah selesai berbelanja, saya berdiri di pinggir jalan menunggu suami dari parkiran. Lucu ya? Berdiri ya di pinggir jalan. Jika di tengah jalan, naas ditabrak pengendara kendaraan lain. Di sekitar pinggir jalan, banyak juga pedagang menggelar dagangannya. Mata saya tertuju pada seorang lelaki tua dengan penampilan kusam namun bersih. Beliau menjajakan tumpukan ikan kering. Harganya pun cukup murah. Satu tumpuk besar hanya lima ribu rupiah.

Suaranya mendayu-dayu. Memelas pada setiap orang yang lalu lalang untuk membeli ikan kering dagangannya. Saya pun tak luput ditawari. Karena saat itu sudah kehabisan uang, saya menolak dengan sopan.

Seorang pria separuh baya mendekati dagangan Pak Tua. Perawakannya sangat bersih dan perlente. Menunjukkan gaya kelas menengah ke atas.
"Berapa Pak?" Ia bertanya.
"Satu tumpuk cuma lima ribu Pak. Ini ikan asli dari Danau Maninjau. Ambillah Pak," rayu Pak Tua.
"Mahal Pak. Kurangilah lagi harganya" tawar Pak Perlente.
"Sudah murah ini Pak. Ikan ini asli dari Sumbar. Tak pakai pengawet, Pak."
Pak Perlente bergeming. Bersikeras tetap menawar.
"Saya beli dua puluh ribu. Tapi kasi bonusnya satu tumpuk ya. Kalau tak mau, ya sudah."

Akhirnya, Pak Tua merelakan dagangannya dibeli dengan harga dua puluh ribu untuk lima tumpuk ikan kering. Kemungkinan karena dagangannya belum laku membuat Pak Tua mengalah. Pak Perlente sumringah dan merasa menang karena berhasil menawar rendah.

Begitulah umumnya sikap kita. Ketika berbelanja di pasar tak malu untuk menawar serendah mungkin. Meski pada pedagang kecil sekali pun. Sementara, saat berbelanja di pusat perbelanjaan modern, berapa pun label harga, tak sekalipun bisa menawar. Sekali nongkrong di cafe atau mall menghabiskan ratusan ribu. Tak sedikitpun kita mengeluh. Bahkan, bangga karena merasa menjadi bagian high class society. Sungguh hidup yang penuh kepura-puraan.

Padahal, banyak pedagang di pasar menjajakan dagangannya dengan modal seadanya. Menggelar tikar di sepanjang jalan. Berdagang dalam jumlah kecil. Bukan tak boleh menawar. Boleh saja sebab tawar menawar merupakan bagian dari aktivitas ekonomi. Akan tetapi, lihat pula lah keadaan pedagang yang akan kita tawar dagangannya. Apa kita tega menawar harga serendah-rendahnya pada lelaki atau perempuan tua renta yang berdagang kecil-kecilan di pinggir jalan?

Ketika kita menawar dengan harga rendah pada pedagang kecil, bisa jadi mereka melepaskan dagangannya dengan terpaksa. Pernahkah kita membayangkan bahwa mereka berdagang untuk menyambung hidup dan mencukupi kebutuhan dasar? Barangkali di rumah, telah menunggu anak dan istri untuk diberi makan dari hasil dagangan kecil-kecilan. Masih tega menawar pada mereka? Mari berbaik sangka saja. Bahwa dengan membeli dagangan dengan harga wajar dan layak, kita telah membantu kehidupan para pedagang kecil.

~lembayungmerahsenja
Photo Credit: bacarito
Share:

28 Juni 2017

Ada Rindu dalam Semangkuk Soto Betawi


Tampaknya akan jauh lebih sulit melupakanmu dari yang kukira. Sebab, kita terlalu banyak kesamaan. Kebetulankah? Nonsense. Tak ada kebetulan di atas dunia ini.

Soto Betawi salah satunya. Dapat dipastikan, makanan ini mengingatkanku padamu. Jangan menonton film-film Johnny Depp. Sebab, kau juga menyukai aktor kesukaanku. Jangan menonton pertandingan bola. Sebab, kau dan aku memiliki klub favorit masing-masing. Melihat lambang MU sama saja dengan mengingatmu. Apa bedanya dengan dirimu? Cukup membaca caption #HalaMadrid saja, dijamin kau pasti ingat aku.

Hari ini mungkin kita merasa mudah untuk saling melupakan. Tapi suatu saat nanti, hal-hal yang aku sebutkan tadi pasti akan terjadi. Sesuatu yang ingin kita lupakan sekarang adalah hal yang paling kita rindukan manakala kita berusaha untuk saling melupakan.

Ah, soto Betawi ini terasa asin. Padahal, tak kelebihan garam. Ternyata, asinnya dari bulir air mata yang menetes ke mangkuk. Aku menangis. Karena rindu padamu? Bukan. Mataku kemasukan debu.

Ketahuankah dustanya? Kau benar. Aku sedang rindu. Gombal? Hanya padamu. Bukan pada yang lain. Aku yakin kau suka saat aku menggombal. Coba lihat wajahmu di cermin saat ini. Kau pasti tersenyum. Aku tahu sebab ada lengkung senyummu di pikiranku.

~lembayungmerahsenja
Share:

17 Juni 2017

Gawai


"Bun, nanti belikan Adzra HP ya!" rengek Si Sulung.

"Untuk apa?" tanyaku.

"Yang lain udah punya HP. Adzra sendiri yang belum".

Si Sulung sudah 12 tahun. Sebentar lagi masuk SMP. Hampir semua teman di kelasnya sudah memiliki smartphone. Kebanyakannya digunakan untuk pergaulan di media sosial. Karena itulah, dia tak berhenti merengek minta dibelikan.

Bagaimana pun cara menjelaskan agar tidak usah dulu punya telepon genggam, keinginannya masih saja tak bisa dibendung.

Aduh, Nak! Ini bukan masalah mampu atau tidaknya orangtuamu mengabulkan semua keinginanmu. Jadwal menonton televisi saja, yang hanya tiap ujung Minggu, sudah membuatmu lalai. Engkau sanggup duduk berjam-jam di depan televisi. Asyik menonton kartun dan terbahak-bahak sendiri. Saat adikmu merengek agar salurannya diganti, mengalah pun engkau tak mau.

Apalagi jika engkau dibelikan telepon genggam atau gawai sejenis. Pasti, tanganmu tak akan lepas dari gawai. Lalu, engkau akan selalu menutup pintu kamar dan menyibukkan diri dengan media sosial atau menonton video di YouTube. Atau bahkan, sibuk berswafoto dan memamerkan hasil jepretanmu di media sosial. Kami, orangtuamu, tak suka bila waktumu habis tak berguna. Kami pun tak suka wajahmu dipamerkan ke siapa saja hanya untuk mendapatkan pujian dari orang lain.

Jadi, Nak, biarlah saja teman-temanmu sibuk dengan gawainya. Tiap orangtua memiliki cara pengasuhan dan didikan yang berbeda-beda. Bila keinginanmu tak dipenuhi, kami pasti memiliki alasan untuk kebaikanmu. Mungkin esok lusa, kau akan pahami alasannya.

Bahwa, didikan dan pengajaran kami kepadamu di dunia ini, sungguh besar pertanggungjawabannya di hadapan Allah Azza Wa Jalla kelak. Sebab itulah, kami wajib mendidikmu dengan baik. Mengokohkan tauhidmu, menguatkan ibadahmu, mempercantik akhlakmu, dan menyiapkanmu menjadi mujahidah kelak. Aamiin. Inshaa allah. Ingatlah Nak, bahwa tanggung jawab kami sebagai orang tua dijelaskan pada salah satu firman Allah Azza Wa Jalla berikut.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (Qs At-Tahrim: 6)

Jadi, Nak, mari kita bersama-sama menggapai keridhoan Allah Azza Wa Jalla. Kasih sayang sebagai orangtua bukan terletak pada sebanyak apa keinginanmu dapat dipenuhi melainkan sepatuh apa kami pada perintah Allah Azza Wa Jalla dalam mengemban amanah yang diberikan. Amanah itu adalah engkau dan adik-adikmu.

~lembayungmerahsenja

Photo Credit: Expert Reviews
Share:

16 Mei 2017

Cerita dalam Secangkir Kopi

Rasa kopiku malam ini, Tuan. Pahit tanpa gula. Sepahit menyesap sepi pada rindu tak berujung. Seolah-olah kau beri nyeri pada pahitnya.

Kopi ini sudah tak hangat lagi, Tuan. Sama seperti kau yang tiba-tiba menghilang pada percakapan yang tak kunjung selesai.

Aku ingat nasihatmu, Tuan. Jangan sering minum kopi. Maaf, Tuan. Aku tak bisa berhenti. Kopi ini sebagai teman sunyi di kala kau tak hendak peduli.

Ah, mungkin sudah terlalu larut untuk minum kopi. Namun, pekatnya seakan mewakili kesendirianku, Tuan. Dan aku berbagi cerita dengan secangkir kopi.

Malam ini, Tuan. Hanya ada langit kelabu, gerimis kecil, secangkir kopi yang telah dingin, dan hati yang lelah merindu.

~lembayungmerahsenja
Share:

Tentang Cinta

Perihal cinta terangkum dalam sajak penuh makna dengan kita menjelma sebagai pasangan bait dan lariknya. Mungkin kesepian yang kita sesap sebelumnya menjadi alasan takdir mempertemukan. Lantas, kita saling menghuni hati masing-masing.

Mungkin beribu hari yang telah lalu, kau dan aku saling singgah dalam mimpi. Saling menyapa dan berbicara namun seiring waktu mimpi itu menjadi terlupakan. Benarlah adanya. Cinta seperti lingkaran waktu. Sejauh apapun jarak membentang, ia temukan cara untuk bersua.

Umpama daun terakhir yang gugur karena angin, menyerahkan hidup pada perjalanan takdir. Begitu pula kita. Tak mampu mengelak untuk tidak jatuh hati.

Terkadang aku berprasangka sendiri. Jangan-jangan aku seperti selembar daun yang menumpang di ranting hatimu. Perih bila sewaktu-waktu kau sungkurkan ke tanah. Manakala itu terjadi, lukalah yang kuterima sedang kau mungkin hanya mengingatnya sebagai kenangan saja.

~lembayungmerahsenja
Credit: Nisna 's ig
Share:

Tentang Kita

Pada malam paling kelam, kutuang rindu nan lara. Tentangmu yang masih berkelebat dalam hati dan pikiran. Segala duka tertumpah di sana. Tak tertampung dengan bulir air dari ceruk mata.

Adakah aku yang terlalu naif? Tak bisa membedakan cinta dengan iba. Entah selama ini kita hanya menanam tebu di balik bibir hingga saling merajut dusta.

Adakah yang kita nanti selain sepi? Jangan-jangan selama ini kita hanya saling menipu diri. Tersesat dalam rindu tak bertepi. Setelah waktu berjalan, kita ditandu oleh luka tak berkesudahan.

‌Mungkin sekarang seolah tak bermakna. Setelah kita saling meninggalkan dan mengubur cinta dalam-dalam, ada rindu yang setia bertahan. Namun, tiada lagi berguna sebab yang tersisa hanya kenangan hambar.

~lembayungmerahsenja

credit: Nisna 's ig

Share:

Tentang Rindu

Adakah kau masih merawat rindu dari kisah-kisah masa lalu dan terpasung oleh cinta yang dulu? Hingga aku tampak seperti bayang-bayang semu di matamu. Tidakkah kau pahami bahwa aku seumpama angin yang menderu namun hanya mampu memeluk sepi nan rapuh.

Pernahkah kau harapkan aku seperti harap sajak pada diksi dan rima yang membuatnya menjadi bermakna? Jika hatimu peka, kau akan sadari bahwa kini sajak-sajakku bercerita tentang sedih dan perih. Seakan-akan patah hati karena cinta.

Kukira rindu seumpama mata pisau. Aku terbiasa dengan ujung tajamnya. Sewaktu-waktu siap menyayat dan menggoreskan luka. Lantas, kau sisakan getirnya saja untuk kutelan dengan nestapa.

Kelak, kau akan percaya setelah waktu memberikan jeda untuk menyimpan semua kenangan dalam kotak usang. Bahwa hanya ada rindu tak bertuan setelah malam-malam menjadi piatu. Rindu yang tak mampu diusir dari ingatan. Dan kita tenggelam dalam kesepian.

~lembayungmerahsenja

credit: Nisna 's ig
Share:

11 Februari 2017

Membaca: Suatu Renungan

Survei PISA (The Programme for International Student Assessment) tahun 2009 dan 2012 menunjukkan kemampuan membaca siswa Indonesia berada pada peringkat bawah. Pada tahun 2015, kemampuan membaca siswa Indonesia berada pada peringkat 61 dari 69 negara. Tidak berlebihan pula, Kemdikbud mencanangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) untuk mengatasi rendahnya kemampuan membaca siswa Indonesia.

GLS bertujuan untuk menumbuhkembangkan budaya literasi membaca dan menulis siswa serta menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menyediakan berbagai sumber bacaan agar peserta didik menjadi generasi pembelajar sepanjang hayat.

Pergeseran kemajuan zaman dari era cetak ke era digital memiliki dampak yang cukup besar terhadap minat baca siswa. Kemajuan teknologi pula yang mengubah kebiasaan membaca, dari membaca buku menjadi membaca daring melalui perangkat gawai.

Sekarang, banyak siswa kurang menunjukkan minat terhadap buku bacaan. Perpustakaan yang seharusnya menjadi sumber ragam bacaan bagi siswa cenderung sepi dari pengunjung. Bahkan, tak jarang perpustakaan di sekolah berubah fungsi menjadi ruangan lain. Buku-buku bertumpuk tak terawat, dipenuhi oleh debu. Jangankan membaca, menjamahnya pun kita enggan.

Padahal, perubahan kurikulum menghendaki agar siswa memiliki high thinking order. Mustahil siswa mampu mengelola pengetahuannya tanpa buku sebagai sumber rujukan. Akibatnya, meski kurikulum telah berganti, model pembelajaran masih tetap konvensional karena guru menjadi satu-satunya sumber pengetahuan.

Salah satu hal yang dapat merangsang minat siswa dalam membaca adalah dengan model pembiasaan yang ditunjukkan oleh guru. Sungguh hal yang aneh jika guru memiliki ekspektasi tinggi terhadap kemampuan dan minat baca siswa, sementara guru sendiri jarang membaca. Sudahkah kita menjadi role model membaca bagi siswa?

~secangkir kopi petang~
Share:

03 Februari 2017

Etraining Berbasis IT: Seamolec sebagai Solusi

Saat ini kita hidup di era serba digital. Kemajuan teknologi semakin pesat sehingga mempengaruhi segala aspek kehidupan. Kita memiliki gaya hidup baru dan hampir tak bisa dipungkiri, kehidupan bergantung pada perangkat elektrik. Gawai, misalnya, dijadikan sebagai salah satu media untuk saling berbagi informasi dan berkomunikasi. Kampanye paperless juga semakin digalakkan sehingga pada hari ini kita turut merasakan pergeseran dari cetak ke digital. 

Begitu pula yang dirasakan oleh dunia pendidikan. Sarana belajar dapat diperoleh melalui internet. Berbagi informasi cukup lewat pos elektronik (posel) atau melalui media sosial. Kuis dan ujian pun dapat dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi.

Guru dapat menempatkan dirinya agar tidak ketinggalan informasi dan gagap terhadap teknologi. Untuk itu, kompetensi guru tidak hanya cukup dengan empat kompetensi saja seperti yang terdapat dalam Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005, yakni kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial. Guru juga perlu kompetensi berbasis teknologi. Dengan menguasai perangkat digital, pembelajaran di kelas dapat dikembangkan dengan memanfaatkan berbagai multimedia pembelajaran. 

Menyikapi hal tersebut, guru perlu meningkatkan kemampuannya dalam penguasaan teknologi dengan mengikuti berbagai pelatihan, workshop, dan sebagainya. Tidak hanya di dunia nyata saja, guru dapat mengikuti berbagai pelatihan secara daring. Bagi guru PNS, selain menambah wawasan, produk etraining merupakan salah satu bentuk karya inovasi yang dapat diajukan untuk perolehan angka kredit. 

Sudah pernah dengar Seamolec? Seamolec adalah Southeast Asian Minister of Education Organization Regional Open Learning Centre. Seamolec ini merupakan pusat pendidikan terbuka jarak jauh Asia Tenggara yang membantu berbagai institusi dalam mengembangkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah-masalah pendidikan dan menemukan solusi alternatif melalui pemanfaatan pendidikan jarak jauh terutama yang berbasis IT. 

Berbagai etraining telah dilaksanakan oleh Seamolec, antara lain, animation drawing, digital book, pemrograman android, blog, 3D visualization, dan berbagai jenis pelatihan lain yang berbasis teknologi. Caranya pun cukup mudah. Hanya perlu mendaftar dan registrasi. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan Webex untuk video conference dan grup wa sebagai forum diskusi.

Pada akhir pelatihan, peserta dipersyaratkan untuk membuat produk sesuai dengan materi pelatihan dan melakukan recording proses pembuatan produk etraining. Proses recording ini menggunakan aplikasi video recording seperti screencast o matic. Jadi, tidak hanya merekam audio, peserta juga mempresentasikan kemampuannya dalam membuat tugas akhir pada layar desktopnya. 

Ada beberapa hal menarik pada etraining Mooc Seamolec ini. Tutornya capable, ramah, dan menyenangkan. Jika peserta mengalami kendala selama mengikuti pelatihan, tutor dan peserta lain bersedia membantu. Hal yang paling menarik pada etraining ini adalah tidak berbayar alias gratis. Nah, di mana lagi kita dapat mengikuti pelatihan seperti ini? Mooc Seamolec tentunya. Saya pernah iseng-iseng mencari tahu etraining yang lain namun banyak yang berbayar. Sudah lumrah bukan, jika ada yang gratis kita tak perlu ikut yang berbayar apalagi biayanya cukup mahal.

Nah, bagi guru PNS, dengan mengikuti etraining ini, jika lulus akan mendapatkan sertifikat dengan pola jam. Produk tugas etraining juga dapat diajukan angka kreditnya karena produknya merupakan salah satu bentuk karya inovasi untuk pengembangan keprofesian guru berkelanjutan. Tidak cukup dengan sertifikat dan produk karya inovasi? Materi yang diperoleh selama pelatihan dapat dikembangkan menjadi tulisan, yakni makalah tinjauan ilmiah yang besaran angka kreditnya dua. 

Selama ini mayoritas guru mengeluh terhadap jarangnya kesempatan mengikuti diklat di sekolah. Jika ada pelatihan, kuota untuk guru di masing-masing sekolah sangat terbatas sehingga guru merasa kesulitan untuk upgrade kemampuan. Dengan demikian, etraining Mooc Seamolec ini dapat dijadikan sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan kemampuan guru dalam penguasaan teknologi. 

Jika rekan-rekan guru tertarik, kunjungi saja link Mooc Seamolec di sini. Semoga rekan-rekan guru tetap semangat untuk upgrade kompetensi. Salam guru pembelajar.
Share:

31 Januari 2017

Materi Bahasa Indonesia: Pidato

Halo anak-anak! Selamat berjumpa kembali. 
Anak-anak, apakah kamu menyenangi pelajaran bahasa Indonesia? Tentu saja, bukan? Tahukah kamu anak-anak bahwa salah satu tujuan mempelajari bahasa Indonesia adalah agar kamu memiliki kompetensi berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Nah, kali ini, kita akan belajar tentang pidato. Setelah mengikuti materi ini, diharapkan kamu dapat berpidato dengan metode yang tepat. Sebagai pengantar materi, mari kita simak video berikut ini!

Sumber: https://www.youtube.com

Pidato yang telah kamu simak tadi merupakan pidato Bung Tomo pada tahun 1945. Tema pidato tersebut tentang perjuangan. Untuk lebih jelasnya mari kita pelajari materi berikut.

Pengertian Pidato

Pidato merupakan suatu bentuk penyampaian pikiran secara lisan yang ditujukan kepada orang banyak. Pidato yang baik dapat memberikan suatu kesan positif bagi orang yang mendengar pidato tersebut.

Tujuan Berpidato

Secara umum, tujuan berpidato ada tiga, yaitu persuasi, instruksi, dan rekreasi. Persuasi bermaksud untuk mempengaruhi orang lain. Instruksi bermaksud untuk memberi suatu pemahaman atau informasi kepada orang lain. Sementara, rekresi bermaksud untuk menghibur.

Nah, dapatkah kamu mengidentifikasi tujuan pidato Bung Tomo tadi? Benar. Pidato tersebut bertujuan sebagai persuasi.

Metode Berpidato

Dalam berpidato, ada berbagai metode yang dapat digunakan. Metode pidato antara lain : 
1. Impromptu yaitu suatu metode dalam berpidato secara serta-merta tanpa persiapan terlebih dahulu.
2. Memoriter yaitu metode berpidato dengan menghapalkan naskah teks pidato terlebih dahulu.
3. Naskah yaitu suatu metode dalam berpidato dengan membacakan teks pada saat berpidato.
4. Ekstemporan yaitu metode berpidato dengan menyiapkan secara garis besar konsep pidato yang akan disampaikan pada saat berpidato.

Perhatikan gambar berikut dan coba kamu jelaskan metode pidato yang manakah yang digunakan! Silakan jawab pada kolom komentar di bawah ya, anak-anak!

Sumber gambar: http://ciciraherani.blogspot.co.id/
Sumber gambar: http://www.waptrick.my.id/

Jika kamu ingin berpidato, kamu harus memperhatikan intonasi, artikulasi, dan volume. Artikulasi merupakan cara melafalkan bunyi bahasa. Intonasi merupakan naik turunnya lagu kalimat, dan volume adalah kuat lemahnya dalam mengucapkan suatu kata-kata atau kalimat.

Berikut ini, Ibu berikan contoh pidato yang diperlombakan pada FLS2N Sekolah Dasar di Kecamatan Dumai Selatan, tahun 2015 yang lalu. Silakan dipelajari, ya!

Sumber gambar; https://www.google.co.id/search?q=gambar+pidato
Assalamualaikum waarahmatullahi wabarakatuh 
Salam sejahtera untuk kita semua 

Yang terhormat, Dewan Juri 
Yang terhormat, Bapak Ibu Guru 
Yang berbahagia, rekan-rekan peserta lomba 

Pada kesempatan ini, marilah kita bersama-sama menyanjungkan puja dan puji syukur kita kepada Allah Swt., yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita sehingga kita masih diberi kesempatan dan kesehatan untuk berkumpul pada kegiatan hari ini. 

Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Agung Habibana Muhammad Saw., karena beliaulah penyelamat umat, karena beliaulah suri tauladan dalam kehidupan ini. Dan semoga kita menjadi umatnya yang senantiasa setia kepada ajaran dan sunahnya. Amiiin. 

Hadirin yang saya hormati, 
Perkenalkan, nama saya Raihanil Adzra, berusia 11 tahun, mewakili sekolah tercinta, SDN 004 Bukit Datuk, untuk berpidato pada kesempatan kali ini dengan topik “Menyiapkan Diri Menjadi Pemimpin Masa Depan”. 

Rekan-rekan yang berbahagia, 
Kita semua adalah tulang punggung bangsa dan potret masa depan Indonesia. Masa depan bangsa ini tergantung pada kita hari ini karena kita adalah adalah calon pemimpin masa depan. Di tangan kitalah, Insya Allah Indonesia akan mengambil gilirannya, bukan hanya dalam menyejahterakan negeri, tetapi juga dalam memimpin dunia. 

Dahulu dengan semangat antikolonialisme, Soekarno pernah menggabung seluruh bangsa-bangsa terjajah di dunia dalam sebuah gerakan Internasional, maka sekarang para pemuda Indonesia juga para pemimpin muda Indonesia juga harus mewarisi semangat itu. 

Hadiri yang berbahagia, 
Sejarah mencatat dengan sangat baik, bagaimana pemuda tangguh bernama Christopher Colombus menembus Samudra Atlantik dan menemukan benua Amerika yang kini bahkan menjadi pemimpin peradaban dunia. Atau bagaimana seorang Aung Sang Suu Kyi, seorang pejuang demokrasi di Myanmar, berjuang dengan penuh kesabaran, tak mengenal kata “menyerah atau berhenti” dalam memperjuangkan hak-hak bagi rakyat Myanmar yang ia cintai. 

Nelson Mandela dari Afrika Selatan juga memberikan sebuah catatan sejarah yang sangat mengagumkan, tokoh antiapartheid ini rela meninggalkan kehidupan normalnya dan lebih memilih untuk mewakafkan dirinya untuk bangsanya yang terjajah oleh orang kulit putih. Dan tentunya kita semua sama-sama mengenal Ir.Soekarno, seorang yang lebih memilih berkorban untuk Indonesia, bermimpi akan menjadi Presiden Indonesia, meski saat itu “Republik bernama Indonesia” belumlah lahir. 

Apa kesamaan yang mereka miliki? Mereka berpikir besar, berjiwa besar, konsisten dalam perjuangan, serta total memberikan hidup dan mimpinya untuk keadaan negaranya yang lebih baik. Dan mereka juga telah menuai hasil yang jauh di atas mimpinya saat pertama kali menguatkan tekad untuk memberikan perjuangan total bagi negara. 

Rekan-rekan yang berbahagia, 
Bung Karno pernah berkata: "Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia. Kita adalah pemuda dan pemudi calon arsitek dan pemimpin masa depan Indonesia. Kitalah yang akan mendesain masa depan negeri ini, karena masa depan negeri ini akan diisi oleh pemuda masa kini. Untuk itu, kita harus bisa merencanakan apa yang terbaik untuk negeri di masa mendatang, bukan sekedar pengikut tanpa memiliki pendirian yang kuat dan membuktikan dengan karya untuk negeri. 

Hadiri yang saya hormati, 
Rasulullah Saw., bersabda” Kullukum Roin Wakullu Mas’ulun, Wakullu Mas’ulun ‘Anroiyyatihi”. Setiap orang akan menjadi pemimpin, dan kepemimpinannya akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat nanti. Karena itulah, agama kita menganjurkan agar kita menjadi seorang pemimpin Islam yang fleksibel bagi masyarakat yang pada akhirnya harus mempersembahkan sumbangan bagi perkembangan masyarakat Islam secara luas. 

Jika ada warisan dari Rasulullah Saw, kita juga mendapatkan warisan dari seorang bijak yang lain, Umar Bin Khattab. Beliau pernah mengatakan, “setiap kali saya menghadapi masalah-masalah besar, yang kupanggil adalah anak-anak muda.” Untuk itu, saya ingin mengajak rekan-rekan semua agar menyiapkan diri sehingga kita mampu mengganti generasi tua di masa depan dengan mengembangkan skill dan potensi kita untuk menggapai masa depan yang cerah. 

Hadirin yang berbahagia,
Demikianlah pidato saya. Semoga yang saya sampaikan bermanfaat bagi kita semua. Jika tersalah dan terkhilaf dalam perkataan, saya mohon maaf. Saya akhiri dengan “Walahul muwafik, ilaa aqmawith thariiq. Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wa barakaatuh.

Jika anak-anak menginginkan pidato di atas dalam bentuk file, silakan klik link unduh naskah pidato di bawah ini ya, anak-anak!


Seperti biasanya, pada akhir materi Ibu akan memberikan kuis secara daring untuk menguji pemahamanmu. Hanya saja, kuis ini hanya seputar teori pidato. Seperti yang kamu ketahui, berpidato merupakan salah satu kompetensi berbahasa, yaitu kompetensi berbicara. Nanti, peragakanlah pidatomu di depan kelas dan mintalah kepada Bapak atau Ibu guru untuk memberikan penilaian terhadap penampilanmu saat berpidato.



Bagaimana anak-anak? Belajar daring mudah dan menyenangkan, bukan? Sampai berjumpa lagi pada materi berikutnya. Selamat belajar dan semoga tetap semangat. Salam.
Share:

30 Januari 2017

Pendekatan dan Teknik Supervisi Berdasarkan Prototipe Guru

Supervisor merupakan seorang yang profesional. Dalam menjalankan tugasnya, ia bertindak atas dasar kaidah-kaidah ilmiah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Untuk melakukan supervisi, diperlukan kelebihan yang dapat melihat dengan tajam terhadap permasalahan peningkatan mutu pendidikan, menggunakan kepekaan untuk memahaminya dan tidak hanya sekedar menggunakan penglihatan mata biasa.

Ia membina peningkatan mutu akademik melalui penciptaan situasi belajar yang lebih baik, baik dalam hal fisik maupun lingkungan nonfisik. Dalam tulisan ini, dipaparkan analisis karakteristik guru menurut Glickman dan Sergiovanni. 

Karakteristik Guru Menurut Glickman dan Gaya Kepemimpinan Supervisor 

Pandangan kontingensi supervisi didasarkan pada pemikiran bahwa setiap guru berbeda. Para ahli mengemukakan beberapa dimensi sebagai tingkatan dalam mengklasifikasi guru, sehingga supervisor dapat memilih pendekatan dan gaya dalam melaksanakan supervisi. Glickman menekankan pada dua aspek yaitu derajat komitmen dan derajat abstraksi guru. Karakteristik guru tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Dengan mengelompokkan karakteristik guru ke dalam empat kategori, yaitu dropout, unfocused worker, analytical observer, dan professional, dapat diidentifikasi beberapa gaya kepemimpinan supervisor yang sesuai dengan tipe guru.

GURU DROPOUT

Ciri-ciri yang dimiliki oleh guru dropout ini adalah komitmen rendah dan abstraksi juga rendah. Komitmen rendah dicirikan sebagai berikut, (1) kurang peduli terhadap siswa, (2) waktu dan energi terbatas, dan (3) hanya peduli pada tugasnya sendiri.

Abstraksi rendah dicirikan sebagai berikut, (1) bingung ketika menghadapi masalah, (2) tidak tahu apa yang harus dikerjakan, (3) tipe show me (meminta petunjuk), dan (4) memiliki satu atau dua kebiasaan ketika menghadapi masalah.

Gaya Kepemimpinan dan Pendekatan Supervisi untuk Guru Dropout

Guru yang tidak mau dan tidak mampu memikul tanggung jawab untuk melaksanakan kewajibannya adalah guru yang tidak kompeten dan tidak yakin terhadap kemampuannya. Dalam banyak hal, ketidakmampuan mereka umumnya merupakan akibat dari ketidakyakinan, kurangnya pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dalam pekerjaannya. Oleh karena itu, gaya instruktif dengan pengarahan yang sangat jelas dan pengawasan yang ketat memiliki kemungkinan efektif paling tinggi.

Supervisor dengan gaya kepemimpinan instruktif ini dicirikan oleh perilaku yang membatasi guru serta menginstruksikan mereka tentang apa, bagaimana, kapan, dan di mana guru harus melakukan pekerjaannya. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dilakukan supervisor, guru hanya melaksanakan tugas seperti yang telah diinstruksikan supervisor.

Pendekatan yang dilakukan supervisor untuk guru dropout ini adalah pendekatan direktif dengan perilaku supervisor sebagai berikut:

a. Clarifying: menjelaskan masalah yang dihadapi guru

b. Presenting (berceramah): mengemukakan ide-idenya sendiri tentang informasi apa yang harus dicari oleh guru dan bagaimana cara mencarinya.

c. Directing (mengarahkan): menetapkan tindakan apa yang harus diambil oleh guru berdasarkan informasi yang terkumpul.

d. Demonstrating: mendemonstrasikan prilaku yang harus dilakukan oleh guru.

e. Setting the standard: peningkatan ditetapkan berdasarkan standar yang pasti yang ia tetapkan 

f. Reinforcing: memberi imbalan yang bersifat materi atau sosial 

GURU UNFOCUSED WORKER

Ciri-ciri yang dimiliki oleh guru unfocused worker ini adalah komitmen tinggi sedangkan abstraksi rendah. Komitmen tinggi dicirikan sebagai berikut, (1) antusias, (2) enerjik, (3) penuh dengan cita-cita dan keinginan yang baik, (4) pekerja keras, dan (5) tidak segan melakukan pekerjaan sekolah di rumah

Abstraksi rendah dicirikan sebagai berikut, (1) suka bingung menghadapi masalah , (2) kecil hati, (3) ering menangani tugas-tugas yang tidak realistis, (4) kurang mampu menemukan dan menganalisis masalah, dan (4) kurang mampu bertindak realistis.

Gaya Kepemimpinan dan Pendekatan Supervisi untuk Guru Unfocused Worker

Gaya kepemimpinan supervisor untuk menghadapi guru kuadran II ini adalah gaya konsultatif. Gaya kepemimpinan konsultatif ini masih banyak memberikan arahan dan masih mengambil hamper semua keputusan. Supervisor mengambil keputusan dan berusaha menjual gagasan keputusannya kepada guru. Pada saat yang sama, supervisor telah mulai membuka komunikasi dua arah dengan menyimak gagasan guru. Meskipun demikian, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan masih dilakukan oleh supervisor.

Guru yang memiliki kemauan namun kurang terampil untuk memikul tanggung jawab pekerjaannya, memiliki keyakinan dan sangat termotivasi. Dengan demikian, gaya konsultatif yang banyak mengarahkan karena guru tidak mampu dan dorongan emosional untuk memperkuat kemauan guru merupakan gaya yang paling sesuai bagi guru-guru yang memiliki tipe seperti ini.

Melalui komunikasi dua arah yang dilakukan oleh supervisor dan guru, akan sangat membantu mempertahankan kemamuan guru dan pada saat yang sama, tanggung jawab pengambilan keputusan tetap pada supervisor. 

Pendekatan yang dapat dilakukan supervisor adalah pendekatan kolaboratif dengan perilaku supervisor sebagai berikut:

a. Presenting: mencoba mencocokkan persepsinya dengan guru tentang bidang-bidang pembelajaran yang perlu ditingkatkan 

b. Clarifying: supervisor bertanya kepada guru mengenai permasalahan yang dihadapi

c. Listening: supervisor mendengarkan dengan seksama terhadap persepsi guru.

d. Problem solving: saling memberi masukan tentang alternatif tindakan yang dapat diambil untuk meningkatkan pembelajaran 

e. Negotiating: supervisor dan guru membahas dan memilih alternatif tindakan hingga dicapai kesepakatan 

GURU ANALYTICAL OBSERVER

Ciri-ciri yang dimiliki oleh guru analytical observer ini adalah komitmen rendah namun abstraksi tinggi. Komitmen rendah dicirikan sebagai berikut, (1) ide-ide bagus yang dikemukakan sering tidak terwujud, dan (2) enggan menyediakan waktu dan energi untuk melaksanakan ide-idenya

Abstraksi tinggi dicirikan sebagai berikut, (1) apat melihat masalah dari berbagai sudut pandang, (2) dapat mengembangkan berbagai alternatif pemecahan, dan (3) dapat memilih alternatif terbaik dan berfikir secara bertahap (step by step).

Gaya Kepemimpinan dan Pendekatan Supervisi untuk Guru Analytical Observer

Gaya konsultatif ditujukan untuk untuk guru yang memiliki kemampuan tinggi namun tidak memiliki kemauan. Ketidakmauan mereka disebabkan oleh kurangnya keyakinan bahwa mereka mampu melaksanakan pekerjaan yang diberikan dengan baik.

Dalam kasus seperti ini, supervisor perlu membuka komunikasi dua arah dan lebih banyak mendengarkan hal-hal yang dikemukakan guru serta memotivasi guru untuk menggunakan kemampuan yang mereka miliki. Antara supervisor dan guru saling bertukar gagasan dalam pengambilan keputusan. Peran utama supervisor adalah secara aktif mendengarkan dan memberikan motivasi pada guru.

Pendekatan yang dapat dilakukan supervisor adalah pendekatan kolaboratif dengan perilaku supervisor sebagai berikut:

a. Presenting: mencoba mencocokkan persepsinya dengan guru tentang bidang-bidang pembelajaran yang perlu ditingkatkan 

b. Clarifying: supervisor bertanya kepada guru mengenai permasalahan yang dihadapi

c. Listening: supervisor mendengarkan dengan seksama terhadap persepsi guru.

d. Problem solving: saling memberi masukan tentang alternatif tindakan yang dapat diambil untuk meningkatkan pembelajaran 

e. Negotiating: supervisor dan guru membahas dan memilih alternatif tindakan hingga dicapai kesepakatan 

GURU PROFESSIONAL

Ciri-ciri guru professional adalah kemauan tinggi dan abstraksi yang juga tinggi. Komitmen tinggi dicirikan sebagai berikut, (1) antusias, (2) enerjik, (3) penuh dengan cita-cita dan keinginan yang baik, (4) pekerja keras, dan (5) tidak segan melakukan pekerjaan sekolah di rumah.

Abstraksi tinggi dicirikan sebagai berikut, (1) dapat melihat masalah dari berbagai sudut pandang, (2) dapat mengembangkan berbagai alternatif pemecahan, dan (3) dapat memilih alternatif terbaik dan berfikir secara bertahap (step by step).

Gaya Kepemimpinan dan Pendekatan Supervisi untuk Guru Professional

Guru-guru yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tinggi sangat ternotivasi memikul tanggung jawab. Dengan demikian, gaya delegasi yang sedikit mengarahkan dan sedikit dorongan emosional adalah yang paling efektif. Sekalipun supervisor mungkin masih mengidentifikasi masalah, tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan diserahkan pada guru.

Guru boleh melaksanakan sendiri dan memutuskan tentang bagaimana, kapan, dan di mana pekerjaan dilaksanakan. Guru dengan tingkat perkembangan seperti ini tidak hanya matang dalam hal pekerjaannya tetapi juga matang secara psikologis. Guru yang telah mampu dan mau tidak memerlukan arahan yang rinci dan tidak pula perlu dimotivasi lebih dari secukupnya.

Pendekatan supervisi untuk guru professional adalah pendekatan nondirektif dengan perilaku supervisor sebagai berikut: 
a. Listenning: supervisor mendengarkan dengan seksama penjelasan guru. 

b. Encouraging (mendorong): mendorong guru untuk menganalisis lebih jauh terhadap masalah yang dihadapi. 

c. Clarifying: mengklarisikasi massalah yang dihadapi guru dengan mengulang apa yang telah dikatakan guru. 

d. Presenting: memberi masukan hanya ketika guru memintanya 

e. Problem solving: memberi kepercayaan kepada guru untuk memutuskan sendiri rencana tindakan yang akan diambil 

Permasalahan guru kelihatannya begitu kompleks dan memang demikian. Supervisor dituntut dapat mengakomodasi perbedaan individu dan lingkungan guru untuk menentukan strategi yang digunakan. Pada akhirnya proses memutuskan untuk memilih pendekatan supervisi adalah merupakan bentuk konsep trial dan error.

Suatu model memerlukan perlakuan (treatment) dan percobaan (trial) untuk memutuskan secara cepat yang bertujuan mendapatkan umpan balik mana yang tepat dalam bekerja. Strategi yang telah dipilih dapat dipertahankan bila menunjukkan hasil yang baik, tetapi bila hasilnya tidak atau kurang baik maka perlu dipilihkan strategi lain secara berkelanjutan.
Share:

28 Januari 2017

Sastra Riau sebagai Bagian dari Gerakan Literasi Sekolah

Pendahuluan

Banyak pengamat menilai pengajaran apresiasi sastra selama ini berlangsung monoton, tidak menarik, bahkan membosankan. Siswa tidak diajak untuk menjelajahi dan mengapresiasi keagungan nilai yang terkandung dalam teks sastra, tetapi sekadar dicekoki dengan pengetahuan-pengetahuan tentang sastra yang bercorak teoretis dan hafalan nama-nama sastrawan berikut hasil karyanya.

Dengan kata lain, apa yang disampaikan guru dalam pengajaran sastra barulah kulit luarnya saja, sehingga siswa gagal mengapresiasi kandungan nilai dalam karya sastra. Kondisi pengajaran sastra yang semacam itu tidak saja memprihatinkan, tetapi juga telah mematikan proses pencerdasan emosional dan spiritual siswa.

Tidak hanya itu, siswa-siswa di Indonesia mengalami nol membaca sastra. Hal tersebut juga terjadi pada siswa-siswa di Riau. Sebagai lanjutan dari tradisi sastra Melayu, sastra Riau tidak banyak dikenal oleh siswa. Siswa kurang mengenal sastra Melayu seperti nazam, zikir, teromba, talibun, dan berbagai sastra Melayu lainnya.

Sastra pada dasarnya adalah ungkapan sastrawan hasil pengalaman dan penghayatannya terhadap kehidupan. Oleh karena itu, dalam sastra terkandung pandangan, penilaian, dan penafsiran sastrawan tentang kehidupan. Dengan ciri khas yang terdapat pada sastra tersebut, sudah seharusnya pembelajaran sastra diarahkan untuk menumbuhkan sikap apresiasi sehingga siswa akan merasakan banyak manfaat ketika bersentuhan dengan sastra, terutama sastra Riau.

Ada berbagai permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran sastra Riau. Permasalahan tersebut antara lain adalah buku-buku sastra Riau dicetak dan diterbitkan dalam jumlah yang terbatas dan tidak tersebar, guru kurang memiliki kapabilitas dan kemampuan yang memadai untuk mendampingi siswanya mengapresiasi sastra Riau, dan alokasi waktu yang tidak cukup untuk belajar sastra Riau.

Berbagai kendala di atas menyebabkan pengajaran sastra Riau di berbagai jenjang pendidikan formal hingga saat ini belum mencapai sasaran sebagaimana yang diharapkan. Pembelajaran sastra tidak berpihak pada pengalaman sastra karena guru hanya menggunakan metode pembelajaran konvensional yang hasilnya tidak menumbuhkan minat siswa untuk membaca karya sastra Riau.

Tujuan akhir pembelajaran sastra Riau adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan apresiasi sastra Riau pada siswa. Tulisan ini mencoba mengulas secara ringkas akibat yang muncul dari berbagai faktor di atas beserta alternatif pemecahan. Hal ini dimaksudkan untuk peningkatan kualitas pengajaran sastra Riau di lembaga pendidikan formal pada masa yang akan datang.

Pengajaran Sastra di Sekolah

Pengajaran sastra mencakup tiga genre sastra, yakni prosa fiksi, puisi, dan drama. Dalam aplikasinya, ketiganya disintesiskan dengan kegiatan menyimak dan membaca sebagai aktivitas reseptif siswa. Tidak hanya itu, pengajarannya disintesiskan juga dengan kegiatan berbicara dan menulis bagi siswa, yang merupakan aktivitas produktif mereka (Ali, http://sastra-indonesia.com). 

Damono (2007:19-20) berpendapat kenyataan yang cukup memprihatinkan mengenai pengajaran sastra di sekolah, bukan karena porsinya yag hanya seperenam dari seluruh materi bahasa Indonesia, melainkan juga karena strategi pengajarnya yang mengkhiananti sastar itu sendiri. Metode menghapal, misalnya yang dapat saja berupa menghapal nama-nama sastrawan, peristiwa yang berhubungan dengan kejadian sastra, maupun menghapal contoh-contoh soal dengan jawaban yang tersedia.

Tidaklah keliru jika Suharianto (dalam Jamaluddin:89) mengatakan dengan nada pesimis bahwa bila evaluasi yang diberikan tetap sama seperti tahun-tahun lalu, tujuan pembinaan apresiasi siswa tetap hanya akan merupakan impian belaka. 

Pembelajaran sastra penting bagi siswa karena berhubungan erat dengan keharuan. Sastra dapat menimbulkan rasa haru, keindahan, moral, keagamaan, khidmat, dan cinta. Selain memberikan keindahan dan kenikmatan, sastra juga memberikan keagungan pada siswa (Broto, 1982:67). 

Beranjak dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan, ada beberapa hal perlu dicermati ulang dalam pembelajaran sastra, khususnya sastra Riau di sekolah dengan menggunakan acuan kurikulum yang diberlakukan saat ini. Dalam kurikulum yang berlakukan di SD, SLTP, ataupun SMU disebutkan bahwa pengajaran sastra dalam diarahkan pada penumbuhan apresiasi sastra para siswa sesuai dengan tingkat kematangan emosionalnya. Hal ini mengisyaratkan bahwa perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran sastra idealnya diarahkan pada penumbuhan apresiasi pada siswa. 

Apresiasi merupakan aktivitas memahami, menginterpretasi, menilai, dan pada akhirnya memproduksi sesuatu yang sejenis dengan karya yang diapresiasikan. Karena itu, kegiatan apresiasi tidak hanya bersifat reseptif. Tetapi, yang lebih penting, apresiasi juga bersifat produktif. Dengan demikian, pengajaran sastra Riau di lembaga pendidikan formal idealnya tidak hanya sebatas pada pemberian teks sastra dalam genre tertentu untuk dipahami dan diinterpretasikan oleh siswa.

Pengajaran sastra Riau harus diarahkan pada kegiatan membaca karya sastra Riau, siswa akrab dan menghargai karya sastra Riau sehingga siswa benar-benar mengalami sastra Riau tersebut. Tidak hanya berfokus pada siswa, kegiatan ini juga bertujuan agar guru memiliki kemampuan dan kapabilitas yang memadai untuk mendampingi siswa mengalami sastra Riau.

Tujuan Pembelajaran Sastra

Pembelajaran sastra ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menikmati, menghayati, dan memahami karya sastra serta mengambil hikmat atas nilai-nilai luhur yang terselubung di dalamnya. Pengetahuan tentang sastra hanyalah sebagai penunjang dalam mengapresiasi karya sastra. Kalau pembelajaran sastra sudah dilakukan sesuai dengan pedoman yang ada dalam kurikulum, diharapkan keluhan-keluhan tentang kurang berhasilnya pembelajaran sastra di sekolah dapat berkurang (Ismail, 2003:7). 

Rusyana seperti yang dikutip Hartono (2005:443) menyatakan ada tiga kompetensi utama dalam pembelajaran sastra di sekolah, yaitu (1) mengapresiasi sastra dengan kegiatan mendengarkan hasil sastra, menonton hasil sastra, dan membaca sastra berupa puisi, cerita pendek, novel, dan drama; (2) berekspresi sastra dengan kegiatan melisankan hasil sastra; dan (3) menelaah hasil sastra dengan kegiatan menilai sastra. 

Alternatif dalam Pengajaran Sastra Riau 

Secara implisit telah dijelaskan bahwa sastra bukanlah dunia ilmiah yang memiliki garis batas seperti ilmu eksakta. Pembelajaran sastra mengandalkan kemampuan intuitif, imajinatif, dan daya kreatif.

Untuk mengajarkan siswa agar mengalami sastra Riau, ada dua alternatif yang mungkin dapat dipilih. Pertama, secara personal guru harus menyadarkan diri sendiri bahwa secara sadar sudah memilih profesi guru sebagai pekerjaan. Sebagai seorang guru seharusnya kita mengetahui lebih banyak daripada murid atau subjek ajar. Penyadaran diri ini memacu kita untuk menambah wawasan dan keterampilan dalam bidang yang kita ajarkan secara otodidak. Kedua, guru berperan sebagai organisator dan fasilitator dalam pembelajaran, sedangkan nara sumber bagi anak didatangkan dari luar. Guru dapat mengundang atau mengajak sastrawan ke sekolah pada waktu tertentu. Bila perlu dan memungkinkan sekali, siswa dibawa langsung ke tempat pagelaran sastra. Kesempatan ini dapat digunakan juga untuk berdialog secara langsung dengan sastrawan sehingga secara tidak langsung menumbuhkan kemampuan apresiasi sastra siswa melalui kegiatan yang lebih bersifat produktif (Syafrial, 2008). 

Alternatif lain yang dapat digunakan ialah pemanfaatan tradisi lisan yang masih berkembang dalam masyarakat Riau. Dalam hal ini, guru meminta siswa untuk membuat rekaman (kaset atau tertulis) folklor sastra Riau yang masih terdapat pada masyarakat di sekitarnya. Selain itu, tradisi sastra lokal, pembacaan puisi, musikalisasi puisi, drama, dan sebagainya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembelajaran bagi siswa melalui pemberian tugas secara personal ataupun kelompok. 

Selain faktor guru dan keterbatasan buku, faktor minat belajar memang merupakan kendala lain yang sangat mempengaruhi efektivitas pencapaian tujuan pembelajaran sastra Riau di sekolah. Masalah minat ini sangat personal sifatnya sehingga pola penanganannya pun sangat bervariasi. Hasil pengamatan dan wawancara dengan rekan-rekan guru menunjukkan bahwa selama ini pembelajaran sastra cenderung bersifat teoretis. Hal ini berhubungan dengan berbagai faktor lain, termasuk faktor kemampuan guru dan fasilitas belajar. 

Paling tidak, ada tiga strategi yang dapat digunakan untuk pembelajaran sastra Riau, yaitu: (a) strategi strata, (b) strategi induktif model taba, dan (c) strategi analisis. Dalam pembelajaran sastra Riau dengan strata, pembelajaran harus melalui tiga tahapan. Dimulai dari tahap penjelajahan, interpretasi, kemudian rekreasi. Dengan strategi induktif model taba, pembelajaran sastra Riau juga melalui tiga tahap, yaitu tahap pembentukan konsep, tahap penafsiran, dan tahap penerapan prinsip. Strategi analisis merupakan strategi pembelajaran sastra yang sering diterapkan guru. Dengan strategi ini, siswa diajak untuk menelaah unsur karya sastra. Namun, yang perlu diperhatikan bahwa dengan strategi analisis ini pembelajaran sastra Riau tidak terfokus pada upaya membedah unsurnya saja melainkan semua unsur tersebut harus dikembalikan secara relasional sebagai pembentuk makna yang seutuhnya (Rahman, 2008). 

Hal lain yang erat sekali hubungannya dengan pendekatan atau metode pembelajaran sastra, khususnya sastra Riau adalah penggunaan teknik evaluasi. Kenyataan menunjukkan evalusi pembelajaran sastra Riau lebih diarahkan pada penguasaan teori dan sejarah sastra Riau saja. Soal-soal yang dibuat guru ataupun soal standar nasional yang hanya menuntut penguasaan kognitif saja dan belum berorientasi sepenuhnya pada evaluasi yang bersifat apresiatif.

Evaluasi yang bersifat apresiatif seharusnya beranjak dari hakikat karya sastra sebagai karya yang memungkinkan timbulnya interpretasi siswa yang beragam, berbeda antara satu siswa dengan siswa yang lain. Oleh karena itu, sudah seharusnya pola pembelajaran dan sistem evaluasi harus berjalanan seiringan dan mengacu pada pembinaan apresiasi siswa terhadap sastra, khususnya sastra.

Pelaksanaan Pengajaran Sastra Riau sebagai Bagian dari Gerakan Literasi Sekolah

Kurikulum tidak menuntut pemberlakuan satu metode tertentu dalam pembelajaran sastra. Kurikulum malah memberikan kesempatan pada guru untuk menggunakan berbagai metode secara bervariasi dalam penyajian materi tertentu sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai. Karenanya, orientasi pada pengajaran konsep teori sastra dan sejarah sastra tampaknya sudah saatnya dikurangi. Yang lebih dipentingkan saat ini tampaknya adalah pengakraban siswa dengan karya sastra Riau sehingga mereka menemukan kesenangan personal dalam membaca, mengkritik, dan mengkreasikan teks sastra Riau. 

Untuk melaksanakan pengajaran sastra Riau di kelas, penulis melakukannya sesuai dengan program literasi sekolah. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkembangkan budi pekerti siswa melalui kegiatan membaca sastra, berupa prosa fiksi dan novel yang sesuai untuk siswa. 

Pembelajaran sastra yang penulis lakukan sebagai bagian dari literasi sekolah, diharapkan mampu memotivasi siswa untuk membaca secara langsung karya sastra melalui kegiatan membaca terpandu, membaca ,mandiri, dan diskusi. Untuk itu, orientasi pembelajaran berfokus pada siswa sehingga siswa dapat mengembangkan kepribadiannya sesuai dengan perkembangan emosional mereka yang didukung oleh kehalusan bahasa pada karya sastra. 

Faktor Penghambat Pengajaran Sastra Riau di Sekolah dan Cara Mengatasinya

Keterbatasan buku dan bacaan penunjang pembelajaran sastra Riau di sekolah menyebabkan pelaksanaan pembelajaran sastra Riau menjadi tidak berimbang dengan aspek bahasa.

Dalam kurikulum yang sudah disempurnakan saat ini pun materi ajar sastra masih terintegrasi dengan materi kebahasaan karena pelajaran khusus yang bernama sastra tidak ada. Melalui pendekatan integratif yang dikembangkan saat ini, materi ajar sastra Riau dapat digunakan untuk mengajarkan materi kebahasaan dalam berbagai aspeknya kepada siswa. 

Kendala keterbatasan buku dan bahan penunjang pembelajaran sastra Riau yang dikeluhkan selama ini dapat ditanggulangi melalui beberapa cara. Pertama, pemanfaatan media cetak, seperti koran harian, mingguan, dan majalah yang memuat karya sastra. Sekolah dapat berlangganan secara rutin koran atau majalah tertentu sesuai dengan kemampuan dana sekolah. Bila tidak memungkinkan, guru atau pihak sekolah membeli koran atau majalah tertentu pada hari, minggu, atau bulan tertentu sesuai dengan keperluan. Bila hal ini juga tidak memungkinkan, guru menugasi siswa untuk mencari secara personal atau kelompok teks sastra Riau yang dipublikasikan di media cetak sesuai dengan topik yang diajarkan. Untuk publikasi lokal, harian Riau Pos edisi Ahad dan majalah Sagang merupakan dua media yang dapat digunakan untuk itu. 

Simpulan

Masih banyak yang harus dibenahi jika ingin mendampingi siswa untuk mengalami sastra Riau. Selama ini, tatkala kita berbicara tentang kegagalan pembelajaran sastra pada umumnya, gurulah yang dijadikan sebagai pihak yang dipersalahkan. Sementara, para guru sendiri mengeluhkan berbagai permasalahan yang mereka hadapi tatkala melaksanakan pembelajaran sastra yang menjadikan mereka tidak dapat melaksanakan pembelajaran sastra seperti yang dicita-citakan. 

Bermula dari hal-hal yang sederhana, guru sastra dapat membangun kepercayaan dirinya untuk mulai mengajarkan sastra Riau sehingga siswa mengalami sastra Riau itu sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan sikap apresiatif siswa dan bangga terhadap karya sastra Riau. Dengan demikian, Riau yang terkenal dengan negeri pujangga mampu mengangkat karya sastra pujangganya menjadi puncak kesastraan nasional bahkan regional. 

Rujukan

Broto.A.S. 1982. Metode Proses Belajar Mengajar Berbahasa Dewasa Ini. Solo: Tiga Serangkai. 
Damono, Supardi Djoko. 2007. Sastra di Sekolah. Jurnal Ilmu Sastra dan Budaya. Volume 3 Nomor 5. 
Ismail, Taufiq. 2003. Agar Anak Bangsa Tak Rabun Membaca Tak Pincang Mengarang: Pidato Penganugerahan Gelar kehormatan Doctor Honoris Causa di Bidang Pendidikan dan Sastra. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. 
Jamaluddin. 2003. Problematik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Jogjakarta: Adicita. 
Hartono. 2005. Pembelajaran Sastra Berbasis Kompetensi di Sekolah Menengah. Jurnal Cakrawala Pendidikan. Nomor 3 Tahun XXIV. 
Lilis, Nenden. 2010. Upaya Meningkatkan Mutu Pembelajaran Sastra pada Jenjang Sekolah Dasar. http://www.foxitsoftware.com, diunduh 4 Mei 2011. 
Rahman, Elmustian dan Abdul Jalil. 2001. Teori Sastra. Pekanbaru: Labor Bahasa, Sastra, dan Jurnalistik Universitas Riau. 
Rahman, Elmustian dan Abdul Jalil, 2003. Sejarah Sastra. Pekanbaru: Unri Press. 
Rahman, Elmustian. 2008. Mengalami Sastra Riau, Sebuah Pendekatan Awal. Makalah. Pekanbaru: Labor Bahasa, Sastra, dan Jurnalistik Universitas Riau. 
Syafrial. 2008. Membangun Kepercayaan Diri Guru Sastra dalam Pembelajaran. Makalah. Pekanbaru: Labor Bahasa, Sastra, dan Jurnalistik Universitas Riau.
Share:

27 Januari 2017

Kebiri

Sabar itu senjata utama kaum Umar Bakri. Mengajar 24 jam harus dipenuhi, meski harus pontang panting ke sana sini. Datang terlambat ke kelas, siswa berkelahi. Colek siswa sedikit, guru dilapor ke polisi. Alhasil, guru terkekang bak di dalam terali. Guru tak boleh salah karena salah sedikit saja pasti dihakimi.

Sabar guru tak dihargai. Jadi, guru menangis saja dalam hati. Belum terima gaji dan sertifikasi? Suruh puasa saja anak bini. Mau protes tapi tak berani. Salah-salah nanti kena mutasi. Padahal katanya, negeri demokrasi. Kami guru, hanya bisa gigit jari. Yang di sana terbahak haha hihi. Nasib Umar Bakri memang selalu dikebiri.

-Elegi Medio Januari-
Share:

Filosofi Guru Kekinian

Al-Ghazali, seorang tokoh pendidikan Islam menyatakan salah satu syarat untuk menjadi guru adalah keikhlasan. Bicara tentang keikhlasan memang mudah namun menerapkannya sangat sulit. Bagaimana ikhlas akan hadir sementara orientasi kita menjadi guru sudah tak lurus lagi. Tampaknya, gelar pahlawan tanpa tanda jasa hampir tak relevan lagi dengan kondisi guru saat ini. Jika dulu, guru menerima upah yang kecil, bahkan ikhlas tak dibayar, namun pengabdiannya sangat besar. Pernah membaca buku Laskar Pelangi? Pasti tahu dengan sosok Bu Muslimah. Dari tuturan penulisnya, tergambar sosok guru yang berdedikasi penuh terhadap pendidikan. Sosok seperti inilah contoh guru yang ikhlas.

Memangnya tak ada lagikah sosok guru seperti Bu Muslimah? Ada, tapi mungkin saja bilangannya kecil. Lihat saja kondisi di sekitar kita. Tunjangan terlambat cair, kita bersungut. Setiap menerima tunjangan profesi, habis untuk konsumsi dan gaya hidup, Menyisihkan sedikit saja untuk pengembangan profesi pun sangat jarang. Mencari teman seprofesi untuk berdiskusi tentang pendidikan saat ini terasa sulit. Saat kita berkumpul yang menjadi bahan pembicaraan bukan seputar profesi kita sebagai guru. Kita menghabiskan waktu rehat dengan rekan sejawat hanya untuk bercakap-cakap ringan tentang acara tv, hobi, bahkan cerita yang tak ada esensinya sama sekali. 

Ada rekan sejawat yang memiliki perspektif lebih maju namun kita tak menyukai dia. Sebab, kita cenderung meninggikan hati, sulit menerima kenyataan bahwa rekan kita lebih unggul. Sementara, tatkala kita memiliki sedikit ilmu, kita pelit untuk berbagi, Jadilah kita seperti katak dalam tempurung yang merasa lebih hebat tanpa menyadari bahwa kita sesungguhnya teperdaya dalam perspektif sempit.

Nanti, pada saat capaian hasil belajar murid kurang memuaskan, kita tak introspeksi pada kelemahan dan kekurangan diri. Sampai-sampai kita berucap, diberi remedi pun tak berguna. Padahal kita sendiri yang tak mengerti teknik remedi. Memang sangat sulit untuk menjalani profesi guru dengan ikhlas jika tolok ukur kita bukan ibadah. Tulisan ini bukanlah untuk menjustifikasi orang perorangan atau menggeneralisasi semua orang. Tulisan ini hanya sebagai bahan introspeksi dan refleksi diri. Semoga perubahan ke arah yang lebih baik menyertai langkah kita, langkah guru. Salam.
Share:

Materi IPS: Gejala Alam di Indonesia

Halo anak-anak!
Selamat berjumpa kembali, ya! Sebelumnya, kita telah membahas materi pengetahuan alam, bukan? Kali ini, kita akan belajar pengetahuan sosial tentang gejala alam di Indonesia. Setelah mempelajari materi ini, diharapkan kamu dapat mengidentifikasi berbagai gejala alam yang terjadi di Indonesia.

Sama seperti pembelajaran yang lalu, di akhir materi nanti kamu dapat menguji kemampuanmu dengan mengikuti kuis secara daring. Kamu juga dapat berpartisipasi pada pembelajaran ini dengan berbagai pertanyaan atau komentar pada kolom komentar. Sudah siap untuk belajar? Tetap semangat, ya!

Anak-anak, pernahkah kamu melihat liputan peristiwa tsunami yang terjadi di Aceh pada tahun 2004? Gelombang tsunami yang terjadi sangat dahsyat dan meluluhlantakkan wilayah Aceh. Peristiwa itu juga menyebabkan banyak korban jiwa dan harta. Nah, anak-anak, peristiwa tsunami merupakan salah satu contoh gejala alam yang terjadi secara alami. Dengan demikian, ada juga gejala alam yang terjadi karena perbuatan manusia. Dapatkah kamu memberikan contohnya? Untuk lebih jelasnya, kamu dapat membaca rangkuman materi pelajaran di bawah ini.

Pengertian Gejala Alam

Gejala alam merupakan peristiwa yang terjadi karena keadaan permukaan bumi. Beberapa gejala alam yang terjadi dapat menyebabkan bencana alam. Negara kita terletak pada jalur lipatan muda mediterania yang labil, maka bencana alam tersebut tidak bisa dihindari. Berdasarkan penyebabnya, gejala alam dapat dibedakan menjadi dua, yaitu gejala alam secara alami dan gejala alam karena perbuatan manusia. Mari pelajari satu per satu!

Sumber: http://tyudkartun.blogspot.co.id/2010/10/bencana-alam.html

Gejala Alam secara Alami

1. Gempa Bumi

Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik. Jenis gempa bumi dapat dibedakan sebagai berikut.

a. Gempa Tektonik

Gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng bumi sehingga energi yang sangat besar akiat tumbukan lempeng tersebut terlepas secara tiba-tiba. Apabila gempa ini terjadi di lautan, pergerakan dapat menyebabkan air laut bergejolak dan menimbulkan gelombang besar yang disebut tsunami.

Sumber: http://ilhamf16lzaki30.blogspot.co.id/2012/12

b. Gempa Vulkanik

Gempa vulkanik adalah gempa akibat letusan gunung berapi. Gempa vulkanik disebabkan oleh pergerakan magma ke atas dalam gunung berapi yang geseran bebatuannya menyebabkan adanya gerakan atau guncangan.
Sumber: http://syafii-english.blogspot.co.id/2013/02

2. Badai

Gejala alam badai dikenal juga dengan angin topan. Badai dapat terjadi di daratan maupun di lautan. Salah satu contoh peristwia angin topan yang terjadi di Indonesia, yaitu angin topan yang melanda desa Kandangan, Purwodadi, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah pada November 2004. Akibatnya, banyak rumah penduduk dan pepohonan yang roboh karena tersapu angin.

Sumber: http://www.gambaranimasi.org/
Nah, anak-anak! Selain gempa dan badai, dapatkah kamu menyebutkan jenis peristiwa yang terjadi secara alami yang lainnya?

Gejala Alam karena Ulah Manusia

1. Banjir

Banjir terjadi akibat meluapnya air sungai ke daerah-daerah yang berada di sepanjang aliran sungai. Kondisi ini terjadi karena daya tampung sungai tidak mencukupi dengan volume yang ada. Banjir sering terjadi terutama pada musim penghujan dengan intensitas sering dan lebat. Selain itu, banjir juga terjadi karena ulah manusia seperti kebiasaan membuang sampah sembarangan ke sungai sehingga menyebabkan sungai menjadi dangkal karena penumpukan sampah. Perilaku menebang hutan secara liar dapat menyebabkan berkurangnya daerah resapan air sehingga pada musim penghujan banjir akan terjadi.

Sumber: http://www.cliparthut.com/

2. Tanah Longsor

Tanah longsor atau sering disebuat sebagai gerakan tanah terjadi karena pergerakan tanah atau bebatuan yang bergerak ke bawah atau keluar lereng. Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat dan sistem drainase lereng yang tidak baik dapat menyebabkan terjadinya longsor. Berikut ini, Ibu sajikan video pelajaran tentang longsor. Silakan ditonton ya!

Sumber: https://www.youtube.com

3. Kebakaran Hutan

Setiap musim kemarau, banyak hutan di wilayah Indonesia yang terbakar. Kebakaran hutan sering terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Faktor alam yang menyebabkan kebakaran adalah karena cuaca panas yang menyebabkan dedaunan kering di hutan mudah terbakar. Namun, tahukah kamu bahwa kebakaran hutan sering terjadi karena perilaku manusia yang sengaja membakar hutan dengan tujuan membuka lahan perkebunan.

Kebakaran hutan menyebabkan hewan-hewan kehilangan tempat tinggal. Akibatnya, hewan-hewan liar di hutan masuk ke pemukiman penduduk yang berada di pinggiran hutan. Tidak hanya itu, akibat kebakaran tersebut banyak hewan yang mati terbakar. Bagi manusia, kebakaran hutan menimbulkan penyakit pada saluran pernapasan karena asap yang ditimbulkan sangat menggangu kesehatan. Ayo, simak dan tonton video tentang kebakaran hutan di bawah ini!

Sumber: https://www.youtube.com

Bagaimana pendapatmu tentang materi gejala alam ini, anak-anak? Ternyata, gejala alam yang terjadi di sekitar kita banyak disebabkan oleh ulah manusia, bukan? Untuk itu, kamu sebagai generasi muda harus selalu memelihara lingkungan alam agar ekosistem dan semua komponen kehidupan tetap terjaga dengan baik. 

Sebagai penutup materi kali ini, Ibu sediakan kuis yang dapat kamu kerjakan secara daring untuk menguji penguasaanmu terhadap materi gejala alam yang telah dipelajari. Passing grade kuis untuk materi ini adalah 70. Namun, alangkah baiknya jika kamu berhasil menjawab semua pertanyaan dengan benar. Selamat mencoba, ya!


Nah, bagaimana? Cukup mudah, bukan? Jika masih ada yang ingin kamu tanyakan, silakan memberikan pertanyaan pada kolom komentar yang telah tersedia ya. Sampai bertemu kembali pada materi berikutnya anak-anak! Tetap semangat belajarnya, ya!

Sumber Materi Pembelajaran:
I.S Sadiman dan Shendy Amalia. 2008. Buku Sekolah Elektronik: Ilmu Pengetahuan Sosial 6 untuk SD/MI. Jakarta: Pusat Perbukuan.
Sutoyo dan Leo Agung. 2008.Buku Sekolah Elektronik: IPS 6 untuk SD/MI. Jakarta: Pusat Perbukuan Kemdikbud.



Share: