16 Mei 2017

Cerita dalam Secangkir Kopi

Rasa kopiku malam ini, Tuan. Pahit tanpa gula. Sepahit menyesap sepi pada rindu tak berujung. Seolah-olah kau beri nyeri pada pahitnya.

Kopi ini sudah tak hangat lagi, Tuan. Sama seperti kau yang tiba-tiba menghilang pada percakapan yang tak kunjung selesai.

Aku ingat nasihatmu, Tuan. Jangan sering minum kopi. Maaf, Tuan. Aku tak bisa berhenti. Kopi ini sebagai teman sunyi di kala kau tak hendak peduli.

Ah, mungkin sudah terlalu larut untuk minum kopi. Namun, pekatnya seakan mewakili kesendirianku, Tuan. Dan aku berbagi cerita dengan secangkir kopi.

Malam ini, Tuan. Hanya ada langit kelabu, gerimis kecil, secangkir kopi yang telah dingin, dan hati yang lelah merindu.

~lembayungmerahsenja
Share:

Tentang Cinta

Perihal cinta terangkum dalam sajak penuh makna dengan kita menjelma sebagai pasangan bait dan lariknya. Mungkin kesepian yang kita sesap sebelumnya menjadi alasan takdir mempertemukan. Lantas, kita saling menghuni hati masing-masing.

Mungkin beribu hari yang telah lalu, kau dan aku saling singgah dalam mimpi. Saling menyapa dan berbicara namun seiring waktu mimpi itu menjadi terlupakan. Benarlah adanya. Cinta seperti lingkaran waktu. Sejauh apapun jarak membentang, ia temukan cara untuk bersua.

Umpama daun terakhir yang gugur karena angin, menyerahkan hidup pada perjalanan takdir. Begitu pula kita. Tak mampu mengelak untuk tidak jatuh hati.

Terkadang aku berprasangka sendiri. Jangan-jangan aku seperti selembar daun yang menumpang di ranting hatimu. Perih bila sewaktu-waktu kau sungkurkan ke tanah. Manakala itu terjadi, lukalah yang kuterima sedang kau mungkin hanya mengingatnya sebagai kenangan saja.

~lembayungmerahsenja
Credit: Nisna 's ig
Share:

Tentang Kita

Pada malam paling kelam, kutuang rindu nan lara. Tentangmu yang masih berkelebat dalam hati dan pikiran. Segala duka tertumpah di sana. Tak tertampung dengan bulir air dari ceruk mata.

Adakah aku yang terlalu naif? Tak bisa membedakan cinta dengan iba. Entah selama ini kita hanya menanam tebu di balik bibir hingga saling merajut dusta.

Adakah yang kita nanti selain sepi? Jangan-jangan selama ini kita hanya saling menipu diri. Tersesat dalam rindu tak bertepi. Setelah waktu berjalan, kita ditandu oleh luka tak berkesudahan.

‌Mungkin sekarang seolah tak bermakna. Setelah kita saling meninggalkan dan mengubur cinta dalam-dalam, ada rindu yang setia bertahan. Namun, tiada lagi berguna sebab yang tersisa hanya kenangan hambar.

~lembayungmerahsenja

credit: Nisna 's ig

Share:

Tentang Rindu

Adakah kau masih merawat rindu dari kisah-kisah masa lalu dan terpasung oleh cinta yang dulu? Hingga aku tampak seperti bayang-bayang semu di matamu. Tidakkah kau pahami bahwa aku seumpama angin yang menderu namun hanya mampu memeluk sepi nan rapuh.

Pernahkah kau harapkan aku seperti harap sajak pada diksi dan rima yang membuatnya menjadi bermakna? Jika hatimu peka, kau akan sadari bahwa kini sajak-sajakku bercerita tentang sedih dan perih. Seakan-akan patah hati karena cinta.

Kukira rindu seumpama mata pisau. Aku terbiasa dengan ujung tajamnya. Sewaktu-waktu siap menyayat dan menggoreskan luka. Lantas, kau sisakan getirnya saja untuk kutelan dengan nestapa.

Kelak, kau akan percaya setelah waktu memberikan jeda untuk menyimpan semua kenangan dalam kotak usang. Bahwa hanya ada rindu tak bertuan setelah malam-malam menjadi piatu. Rindu yang tak mampu diusir dari ingatan. Dan kita tenggelam dalam kesepian.

~lembayungmerahsenja

credit: Nisna 's ig
Share: