Sumber Gambar dari Google |
Saya mengatakan, sebaiknya dari pendapatan yang diterima setidaknya bisa disisihkan untuk biaya pembelian buku-buku yang dapat digunakan untuk menunjang tugas guru. Entah bagaimana paradigma berpikirnya, muncul ocehan jika sudah "menyekolahkan SK" sulit untuk menyisihkan uang bagi keperluan lain. Harus tertawa atau miris dengan hal yang satu ini?
Wahai guru, utang itu kan sebenarnya gaji yang telah diambil duluan. Masa harus mengeluh? Kan gajimu sudah diterima bertahun-tahun lebih cepat. Masa bisa mengatur kelas tapi mengatur keuangan dengan baik tak bisa? Masa untuk membeli buku saja merasa berat sedangkan dirimu mampu mengikuti arisan ratusan ribu setiap bulannya?
Saya yakin, masih banyak guru yang pola pikirnya sempit dan sulit untuk maju. Padahal, perkembangan teknologi semakin cepat dan guru dituntut untuk berbenah diri sehingga mampu meningkatkan kemampuan agar tidak ditinggal oleh pesatnya perkembangan zaman. Jika bukan sekarang, kapan lagi wahai guru?
Guru dengan status pns memperoleh gaji yang lumayan, ditambah dengan berbagai tunjangan, sudah bisa dikatakan mapan. Sayangnya, tidak dibarengi dengan keinginan mengupgrade diri. Padahal, di sisi lain, guru honorer dengan keterbatasan pendaparan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan guru pns.
Mestinya, wahai guru, mengerti dengan budaya malu. Malu karena kinerja kurang baik sedangkan pendapatan sudah laik. Malu bertanya nyinyir tentang pencairan tunjangan sedangkan saat sudah cair tidak sepeser pun digunakan untuk pengembangan profesi. Sungguh materialis gaya hidup guru seperti ini. Guru merupakan ujung tombak pendidikan. Baik atau tidaknya kualitas pendidikan ditentukan oleh guru. Sudah saatnya mengucapkan selamat tinggal pada budaya hedonis dan materialis agar lirik terakhir pada hymne guru pantas disematkan pada dirimu.