Hari Anak yang diperingati setiap tanggal 23 Juli hanya sebatas peringatan dan seremonial saja. Kenyataannya masih banyak anak yang hidup di jalanan. Tanpa orang tua dan terpaksa berjuang sendiri untuk hidup. Padahal, anak-anak terlantar dan fakir miskin dipelihara oleh negara. Begitulah bunyi pasal 34 UUD 1945. Lantas, apa yang diurus oleh negara selama ini karena semakin hari jumlah anak-anak jalanan semakin bertambah? Jangan berharap banyak kepada pemerintah karena pemerintah mungkin terlalu sibuk mengurus berbagai persoalan pelik lain yang dihadapi oleh bangsa ini. Lantas, apa kontribusi kita kepada anak-anak jalanan? Hanya melihat saja atau sekedar mengatakan "kasihan". Atau jangan-jangan malah bersikap apatis.
Anak-anak jalanan juga bagian dari kehidupan kita. Mereka membutuhkan kasih sayang dan uluran tangan yang ikhlas. Mereka mempunyai berbagai keinginan, harapan, perlindungan dan tentu saja pendidikan untuk meraih cita-cita. Jika bukan kita yang peduli terhadap mereka lantas siapa lagi? Pernahkah kita menyadari bahwa anak-anak jalanan akan menjadi penerus generasi di masa mendatang. Mereka dianalogikan sebagai tunas yang harus dirawat dan dipelihara dengan baik, diberi pupuk agar kelak tunas tersebut menjadi tanaman yang baik.
Mungkin hati kita telah membatu. Tidak peduli, tidak mengerti, dan menganggap mereka seolah-olah tidak ada. Tetapi syukurlah masih ada segelintir orang yang peduli dan mengerti terhadap permasalahan ini. Tentu saja mereka yang peduli dan mengerti adalah manusia berbudaya yang dibekali tidak hanya dengan akal tetapi juga rasa sehingga mereka mampu memberikan sedikit kebahagiaan untuk anak-anak jalanan.